, Kupang - Pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat di Laut Timor, Ferdi Tanoni, meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan bersikap tegas untuk segera mengusir perusahaan minyak asal Thailand, PTT Exploration and Production Public Company (PTTEP), dari daftar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di Blok Timur Natuna.

"Kami juga minta agar Menteri ESDM meninjau kembali seluruh kontrak kerja sama PTTEP di Indonesia, termasuk di Laut Sulawesi," kata Ferdi kepada Tempo, Minggu, 23 Oktober 2016.

Alasan permintaan pengusiran itu, menurut Ferdi, karena perusahaan tersebut lari dari tanggung jawab setelah meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009.

Mantan agen imigrasi Australia itu mengemukakan pandangannya tersebut menyusul penandatanganan kontrak bagi hasil (profit sharing contract/PSC) PT Pertamina (Persero) yang kemudian menggandeng Exxon Mobil dan PTTEP sebagai pemegang KKKS di Blok Timur Natuna.

PTTEP yang meninggalkan masalah besar bagi para petani rumput laut dan nelayan di wilayah pesisir selatan Nusa Tenggara Timur, mulai dari Pulau Timor, Rote, Adonara, Alor, Lembata, Sumba, dan Sabu, bakal mendapatkan Participating Interest (PI/hak partisipasi) sekitar 15 persen di Blok Timur Natuna.

Baca: Garuda Layani Penerbangan Jakarta-Labuan Bajo Pulang-Pergi

"Para petani rumput laut di wilayah Waiwerang dan Waiwuring di Pulau Adonara, Flores Timur, misalnya, hanya bisa gigit jari, karena wilayah budi daya sudah terkontaminasi dengan minyak dan zat beracun lainnya yang dimuntahkan dari kilang Montara," ujar Tanoni.

Mencermati fenomena tersebut, kata Tanoni, Jonan yang juga mantan Ketua Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan, tentu sudah cukup mengenal kredibilitas perusahaan minyak asal Thailand tersebut.

"Saya juga berharap dukungan Jonan terhadap perjuangan rakyat NTT sejak masih menjabat Menteri Perhubungan tidak berubah, sehingga kasus petaka tumpahan minyak Montara di laut Timor 2009 yang sudah tujuh tahun ini dapat segera dituntaskan," ucap Tanoni.

Malapetaka Laut Timor pada 21 Agustus 2009 yang populer dengan sebutan "Montara Timor Sea Oil Spill Disaster" itu digambarkan berbagai pakar geologi dan perminyakan dunia sama besar jika dibandingkan dengan petaka tumpahan minyak Deep Horizon 2010 di Teluk Meksiko.

Simak: Terima Uang Pengusaha Tambang, Polisi Gowa Ditangkap

PTTEP Australasia, anak perusahaan PTTEP, mengaku bersalah atas empat tuduhan sekaligus yang berhubungan dengan petaka tumpahan minyak di Laut Timor tersebut. Antara lain telah terjadi pencemaran lingkungan perairan Laut Timor, siap menghadapi denda mencapai 1,7 juta dolar Australia atau sekitar Rp 16,83 miliar.

Sekitar 13 ribu petani rumput laut asal Pulau Rote dan Kabupaten Kupang yang diwakili Daniel Sanda, telah menggugat perusahaan minyak asal Thailand itu secara class action di Pengadilan Federal Australia dengan mengajukan tuntutan ganti rugi lebih dari US$ 200 juta.

YOHANES SEO